-->
Menjelang Pulang #30
20 Sepetember 2019, hari pertama tiba di Dili :) |
Rasa-rasanya saya memang harus rajin menulis di sini sebagai pengingat bahwa saya pernah menginjakkan kaki di Bumi Lorosae. Kedatangan saya ke sini sebenarnya sudah menjadi kali kedua setelah tahun lalu saya juga bertugas di sini. Ada sedikit penyesalan tahun lalu saya sama-sekali tidak punya kenangan yang bisa saya bagikan. Jadi, ayo kita mulai =)
Untuk apa ke Timor
Leste?
Masih sama seperti tahun lalu yaitu menunaikan
tugas sebagai duta bahasa negara. Ya, para duta bahasa ditugaskan ke berbagai
negara untuk menduniakan bahasa Indonesia, termasuk Timor Leste. Hanya saja,
saya merupakan salah satu yang sangat beruntung bisa ke TL untuk kedua kalinya
yang artinya saya masih dipercaya di sini dan kerja saya tidak terlalu
mengecewakan tahun lalu J.
Penugasan kali ini membawa misi berbeda dengan
penugasan yang lain. Karena, selain mengajarkan bahasa Indonesia dan budayanya,
kali ini saya dan tim lebih berfokus untuk melatih para pengajar BIPA di Timor
Leste, Training of Trainers (ToT)
istilahnya. Di Timor Leste sendiri, bahasa Indonesia sendiri sudah diajarkan di
sekolah oleh guru-guru yang bisa berbahasa Indonesia. Karena kebanyakan pengajar
bukan berlatar belakang pendidikan, dan juga kurikulum dan system pengajaran yang
masih belum jelas, diperlukan semacam pelatihan bagi para pengajar supaya bisa
mengajar dengan baik dan benar.
Mengapa ke TL lagi?
Seandainya saya bisa memilih pasti saya akan
memilih ke negara di Eropa atau Australia, negara harapan para hampir semua
duta bahasa. Di samping bergengsi, bisa untuk isi feed Instagram, ya kan? Tapi sayangnya, selain tak bisa memilih
saya juga merasa punya tanggung jawab untuk siap sedia ditugaskan ke mana pun
tempatnya. Wakanda pun oke-oke saja sebenarnya “). Sebagian warga Timor Leste
masih bisa dan sudah bisa berbahasa Indonesia sebenarnya. Jadi utusan yang
ditugaskan ke Timor Leste seharusnya berbangga, karena tidak hanya harus bisa mengajar
bahasa Indonesia, namun juga membawa ‘misi’ lain. Seperti yang saya sebutkan
tadi, kudu mampu menyelenggarakan ToT, mengajarkan budaya-budaya, dan lain-lain.
Selain itu, wajib bisa bertahan hidup melawan teriknya matahari, fisik yang
kudu kuat jalan, dan terbatasnya hiburan di sini. Nah, lain kali akan saya ceritakan
versi kehidupan di TL seperti apa J.
Bagaimana perasaan
ketika tiba di TL untuk kedua kalinya?
Semenjak kepulangan saya ke Indonesia, memang
ada sebentuk rindu untuk Timor Leste. Walaupun panas dan tidak ada hiburan
(T.T) entah apa yang membuat Dili bisa dirindukan. Mungkin karena selama di Dili
saya punya kenangan cukup banyak dengan orang-orangnya, dengan pantainya, dan
hal-hal lain yang dulu pernah saya lakukan di sini.
Untuk
menutup tulisan Menjelang Pulang #30 kali ini, doakan saja saya punya cukup
waktu untuk tetap konsisten menulis. =) See ya... Xx. /h