Writers live twice - Natalie Goldberg

9/18/2018 10:33:00 PM

7 Hari Pertama di Dili

by , in



Senja di Cristo Rei

Perjalanan saya ke Dili dimulai dari hari Senin, 3 September 2018 karena saya harus ke Sentul, Bogor mengurus dokumen perjalanan. Setelah subuh di pagi buta yang syahdu itu, saya berangkat ke bandara Adisucipto. Setelah check-in, saya menunggu kurang lebih satu jam sebelum terbang ke bandara Soekarno Hatta. Awalnya janjian sama teman-teman mau ke Sentul bareng, tapi ya gitu deh… Ternyata ada drama ditinggalkan dan meninggalkan >.<.
Selasa, 4 September 2018 kami berangkat ke Soeta lagi untuk ke Dili. Saya tidur pukul 00.30 dan bangun pukul 1.00 berangkat dari Sentul ke Soeta. Sepertinya tidak ada penerbangan langsung ke Dili, jadi kami dari Cengkareng harus transit ke bandara Ngurah Rai, Bali. Saya dan 2 teman saya terbang dengan Citilink kurang lebih 2 jam, lalu menuju cari penerbangan internasional ke Dili dengan Sriwijaya Air. Kira-kira pukul 13.00 WIT, kami tiba di bandara Nicolau Lobato. Dan kesan pertama adalah PANAS. Hahaha…

Kami dijemput oleh Mas Dimi, staf Pusat Budaya Indonesia, yang membantu mengurus VoA kami. Kami bayar USD30 untuk visa. Lalu kami singgah dulu ke PBI sebelum ke rumah tinggal untuk kemudian mempersiapkan diri untuk melaksanakan tugas negara yang telah menanti…. 😊
Jadi kalau kalian menanti-nanti cerita dari Dili, baca baik-baik ya...

Dili itu…

panas banget .
Dili itu panasnya tidak tak main-main. Jogja memang panas, tapi Dili panasnya lebih wow. Sampai hari ke-14 ini saya belum merasa gosong padahal sering jalan di bawah teriknya sinar mentari yang menyinari bumi Lorosae ini. Tapi sempat sih kulit jadi kering banget, tapi sekarang sudah normal kembali. 

terletak di tepi pantai.
Bahagia banget dong saya sebagai anak pantai yang bisa (hampir) setiap hari melihat pantai. Pantainya bersih dan banyak pohon kelapanya. Ombaknya kecil dan anginnya semilir. 

menggunakan mata uang USD dan centavos
Nominal terkecil adalah 5 cent dan terbesar $100. Cent atau centavos ini bentuknya koin yang merupakan mata uang asli Timor Leste. Mengapa memakai USD juga? Karena centavos belum diakui secara internasional. Oleh karena itu, Timor Leste menggunakan USD sebagai alat pembayaran. Saya lebih sering belanja dengan koin-koin itu daripada uang kertas. Uang kertas ($1, $5, $10, $20, $50, $100) biasanya hanya saya pakai untuk berbelanja di supermarket. Jadi, bagi yang mau ke Timor Leste, bawalah dompet koin. Di Indonesia, saya sering banget menelantarkan koin sisa kembalian dari warung tapi ternyata di sini satu keping koin sangat berharga. 

orangnya ramah
Selama ini saya menemukan penduduk lokal yang ramah. Setiap kali bertemu orang lokal, mereka selalu menyapa bon dia (selamat pagi), bou tarde (selamat siang), bou noitte (selamat malam), dan sebagainya. Terdengar seerti bahasa Spanyol, ya? Jadi merasa tak sia-sia dulu pernah jatuh bangun ikut kursusnya Pak Santiago Gonzales. Bahasa nasional Timor Leste adalah tetun dan Portugis. Hanya kadang kalau saya dan teman-teman sedang jalan, kami sering dipandang orang. Mungkin karena kami terlihat ‘berbeda’ kali ya? Lalu kadang banyak orang iseng memanggil.

seperti Indonesia juga
Gimana enggak? Banyak orang yang juga bisa bahasa Indonesia, banyak pula makanan yang diimpor dari Indonesia, sayur dan buah juga seperti di Indonesia (hanya harganya saja yang beda hahaha). Mirip Kupang atau Ende lah. Beda waktu Dili dan Yogyakara 2 jam tapi di sini pukul 7 malam masih teran.

adalah kota angkot
Yang saya gunakan untuk pergi yaitu angkot. Angkot di sini sudah punya jalur masing-masing. Jadi, kita hanya perlu menghafal nomornya. Tarifnya 25 cent untuk rute jauh dekat. 

tidak ada hiburan malam
Sedihnya tuh, mall di sini tutup pukul 7. Bioskopnya sih sampai pukul 9, tapi tetap tidak bisa keluar karena angkotnya sudah kembali ke kandang pukul 18.00. Untungnya saya tinggal serumah dengan teman-teman. Jadi, cukuplah mereka sebagai hiburan saya. Padahal kalau di Jogja biasanya pukul 7 saya baru selesai dandan siap ngelayap tuh. :l

Saya beruntung bertugas di Dili karena saya bisa bertemu dengan Jess dan Sanjay yang baek bangeeet walaupun kadang ngeselin wkwk dan saya lebih ngeselin (ya aku tahu ituu uwuwu). Lalu saya bertemu dengan Mbak Yeni sekeluarga yang selalu membuat saya terharu karena kebaikannya dan lain-lainnya. Lalu teman-teman kloter 2 datang dan kami selalu bermain monopoli dan masak-masakan bersama (hanya orang dalam yang tahu, hahaha…) dan PBI yang mempertemukan dengan murid-murid yang katanya ingin sekali belajar bahasa Indonesia dan ingin pergi ke Indonesia (unch terharu).

Seharusnya tulisan ini saya unggah seminggu lalu, supaya pas bertepatan dengan 7 hari pertama di Dili. Walaupun di instagram saya terlihat piknik-piknik terus, kenyataannya tidak. Hahaha... Bahkan kadang lembur sampai malam untuk membuat ini itu dan belajar untuk mengajar. Dan tulisan inipun sebenarnya saya selesaikan dengan penuh perjuangan di sela-sela membagi kelas bahasa Indonesia untuk besok dan mempersiapkan materi, menulis laporan, dan berusaha mengetik dengan keyboard yang huruf 'p'-nya kadang mau dipencet kadang tidak dan menahan kantuk. Sesungguhnya hidup itu penuh perjuangan, bukan?
Foto menyusul ya…                       

9/03/2018 10:09:00 PM

Pergi ke Dili

by , in
Antara Jogja-Jakarta, 3 September 2018
Hai, saya menulis ini untuk sekalian pamitan dengan teman-teman yang nggak sempat saya pamiti secara personal. Awalnya sih saya pikir saya nggak perlu pamitan karena saya pergi cuma sebentar. Tapi, saya kemudian merasa saya tetap butuh doa dari kalian semua.
Orang-orang yang saya pamiti sebatas keluarga dekat, teman dekaaat banget, dan teman-teman di kantor. Dan saya baru sadar ternyata saya masih punya banyak teman lain di luar inner circle saya yang menyayangi sayaaa. Terharu. Kalian mungkin akan menanyakan beberapa pertanyaan ini (hahaha kepedean banget) seperti pertanyaan umum teman-teman saya yang lain. Daripada saya harus bales chat atau dm satu-satu mending kalian baca tulisan ini :)

Pergi ke mana?
Ke Dili, Timor Leste. Dulu bagian dari Indonesia juga. Kampung halamannya Raul Lemos. Kayaknya Raul Lemos emang lebih terkenal daripada presidennya, ya?

Ngapain?
Melaksanakan tugas negara. Hehe. Beruntung banget ya saya, menjadi salah satu dari orang-orang yang tahun ini dikirim pemeritah ke luar negeri sebagai duta bahasa negara. Jadi jelas kan, di sana saya bakal ngapain? Ya, mengajar bahasa Indonesia kepada penduduk lokal. Saya dan teman-teman saya akan melaksanakan diplomasi kebahasaan dan kebudayaan. Selain mengajar bahasa kami juga akan mengenalkan budaya-budaya Indonesia. Nggak cuma di Timor Leste, tapi juga di negara-negara lain di Asia, Eropa, Australia, Amerika, Afrika. Teman-teman lain berangkat ke negara-negara tersebut. Doakan ya, semoga saya bisa mengemban amanah dengan baik dan bertanggung jawab dan bisa membawa nama baik bangsa.

Kok nggak negara lain?
Dimanapun ditugaskan kudu siap. Jadi nggak bisa milih mau ke mana. Tapi saya beruntung nggak harus ke negara dingin. Bisa bengek tiap hari. Hahaha.

Kok bisa sampai sana?
Bisaa. Ikut seleksi. Setiap tahun PPSDK membuka kesempatan bagi yg ingin mencoba
Ini seleksi saya yang ketiga dan baru lolos seleksi tahun 2017 dan baru berangkat tahun 2018. Hidup itu emang penuh dengan jungkir balik jatuh bangun salto kayang kadang-kadang. Yang namanya gagal itu wajar. Yang penting yakin dan jangan menyerah.

Enak ya?
Ah, sawang sinawang. Enaknya ya karena akan mendapat pengalaman baru yang berharga seumur hidup dan juga kesempatan ini ngga semua orang bisa dapat. Tapiii, tanggung jawabnya juga berat. Saya membawa nama negara. Jadi, ini adalah tugas berat. Satu kesalahan kecil saya akan membuat citra bangsa ini ikut buruk :/

Sedih nggak pergi dari Jogja?
Sedih sih enggak, toh saya sudah ikhlas untuk LDR-an sama Tempo Gelato, Nanamia, dan cilok selera Ciamis. Orang-orang di sekitar saya juga mendukung saya 102%. Lagian, ini udah kali kedua saya meninggalkan Jogja untuk tugas negara setelah SM3T tahun 2011 dulu. Jadi ya biasa aja. Deg-degan wajar kan ya, namanya juga mau pindah ke tempat baru, budaya baru, ketemu orang-orang baru.

Singkatnya itu saja, besok kalau saya selo, saya mau kok nulis panjang. Asal kalian baca ya :))

Akhir kata, saya pamit… Minta doanya. See you very soon.

Bogor, 03/09/2018


My Instagram