Writers live twice - Natalie Goldberg

12/26/2020 12:12:00 AM

2020, it's a wrap!

by , in




Menjadi blogger yang konsisten menulis memang sulit sekali ternyata. Setahun sudah saya tidak menyentuh blog ini sama sekali. Kemarin sempat iri sama teman saya yang bisa konsisten dan malah bisa menghasilkan uang dari tulisannya. Dia sih ngasih semangat supaya saya rajin menulis tapi, ya ... *ah dasar banyak alasan. 

Mari kita mulai dengan merangkum kejadian apa saja yang terjadi pada diri saya selama tahun 2020 yang ternyata tidak secantik angkanya. 

Januari 2020

Sebulan liburan panjang setelah bertugas di Dili. Masa-masa senang karena bisa bertemu kembali dengan keluarga dan teman setelah berpisah sekitar 3 bulan. Di bulan ini, sempat pula pergi ke Jember dan Malang untuk kangen-kangenan dengan teman-teman satu penugasan. Dan ternyata ini adalah piknik luar kota saya yang pertama dan terakhir di tahun 2020 ini.


Februari 2020

Pada bulan Februari saya sudah mulai aktif kuliah dan bekerja lagi. Yang spesial adalah akhirnya saya berhenti sebagai anak kos dan pindah ke rumah sendiri. Sebenarnya masih 60% tapi sudah saya tempati karena daripada bayar kos lagi, kan? Akhirnya berhasil bantu ibu membangun rumah dengan uang hasil banting tulang dan perasan keringat. Banyak perhitungan yang meleset saat proses pembangunan ini tapi ini adalah pelajaran yang sangat berharga jika nantinya saya dimampukan lagi membangun gubug yang lain.


Maret 2020

COVID-19 mulai masuk Indonesia. Tidak pernah terpikirkan bahwa rencana hidup akan berubah 95%. Tanpa ancang-ancang dunia dinyatakan berada pada masa pandemi. Pada bulan ini masih optimis bahwa semua segera berlalu tapi ternyata tidak... 


April - September 2020

Saya benar-benar tidak bisa mengingat hal-hal spesial yang terjadi di bulan-bulan ini. Bulan-bulan ini adalah masa-masa berat karena harus beradaptasi dnegan kebiasaan baru di masa pandemi. Tidak keluar rumah, tidak bertemu orang, tidak bisa bersamalan apalagi berpelukan dan harus selalu bermasker. Selain itu, adaptasi ke sistem pembelajaran daring benar-benar membuat lelah jiwa dan raga. Belum lagi masalah finansial karena tabungan sudah terlanjur habis untuk pembangunan rumah dan membayar SPP kuliah dan tidak banyak pekerjaan paruh waktu lain yang biasanya ada. Yang lebih menyedihkan adalah orang yang saya bantu dengan meminjaminya uang, dia kabur. Saya juga harus menyelesaikan semester kedua saya di universitas. Semester paling berat karena saya mengambil 6 mata kuliah yang harus saya selesaikan.

The good news is I got engaged in May a week after my birthday. 


Oktober 2020

Ya, karena memang pendapatan di masa pandemi ini turun drastis saya harus berpikir keras bagaimana saya harus mendapatkan uang untuk memulihkan tabungan saya, menyiapkan pernikahan, dan melanjutkan pembangunan rumah. Jadi, mulai bulan Oktober (September akhir tepatnya), saya mulai menemukan jalan untuk mulai berjualan jasa mengajar lagi. 


November 2020

Saya sudah mulai berdamai dengan keadaan dan menormalkan hidup yang tidak normal ini. Proposal tesis saya diterima, tinggal ke tahap selanjutnya. 


Desember 2020

Alhamdulillah saya masih bisa bernapas. Saya masih sehat dan bahagia. Saya masih bisa bercengkerama dengan keluarga dan teman-teman terdekat saya. Saya akhirnya sudah bisa mengumpulkan modal menikah, ya paling tidak untuk membayar suvenir, dekorasi, foto dan video, dan paes, seragam, dan perintilan-perintilan lain. Saya baru mulai menabung untuk biaya pernikahan pada bulan Oktober dan pada bulan Desember sudah tercukupi. Pekerjaan berjalan dengan baik. Hanya saja, tesis mulai keteteran. Memang sulit sekali menyeimbangkan antara bekerja, kuliah, dan mempersiapkan pernikahan. 


Dari semua itu, saya bersyukur dan berterima kasih kepada Allah SWT atas segalanya yang terjadi pada tahun 2020 ini. Ada banyak hal lagi yang ingin saya capai pada tahun 2021. See you in the next post :)




11/20/2019 10:24:00 AM

Dili untuk Kedua Kali

by , in

-->
Menjelang Pulang #30

20 Sepetember 2019, hari pertama tiba di Dili :)

Rasa-rasanya saya memang harus rajin menulis di sini sebagai pengingat bahwa saya pernah menginjakkan kaki di Bumi Lorosae. Kedatangan saya ke sini sebenarnya sudah menjadi kali kedua setelah tahun lalu saya juga bertugas di sini. Ada sedikit penyesalan tahun lalu saya sama-sekali tidak punya kenangan yang bisa saya bagikan. Jadi, ayo kita mulai =)

Untuk apa ke Timor Leste?
Masih sama seperti tahun lalu yaitu menunaikan tugas sebagai duta bahasa negara. Ya, para duta bahasa ditugaskan ke berbagai negara untuk menduniakan bahasa Indonesia, termasuk Timor Leste. Hanya saja, saya merupakan salah satu yang sangat beruntung bisa ke TL untuk kedua kalinya yang artinya saya masih dipercaya di sini dan kerja saya tidak terlalu mengecewakan tahun lalu J.
Penugasan kali ini membawa misi berbeda dengan penugasan yang lain. Karena, selain mengajarkan bahasa Indonesia dan budayanya, kali ini saya dan tim lebih berfokus untuk melatih para pengajar BIPA di Timor Leste, Training of Trainers (ToT) istilahnya. Di Timor Leste sendiri, bahasa Indonesia sendiri sudah diajarkan di sekolah oleh guru-guru yang bisa berbahasa Indonesia. Karena kebanyakan pengajar bukan berlatar belakang pendidikan, dan juga kurikulum dan system pengajaran yang masih belum jelas, diperlukan semacam pelatihan bagi para pengajar supaya bisa mengajar dengan baik dan benar.

Mengapa ke TL lagi?
Seandainya saya bisa memilih pasti saya akan memilih ke negara di Eropa atau Australia, negara harapan para hampir semua duta bahasa. Di samping bergengsi, bisa untuk isi feed Instagram, ya kan? Tapi sayangnya, selain tak bisa memilih saya juga merasa punya tanggung jawab untuk siap sedia ditugaskan ke mana pun tempatnya. Wakanda pun oke-oke saja sebenarnya “). Sebagian warga Timor Leste masih bisa dan sudah bisa berbahasa Indonesia sebenarnya. Jadi utusan yang ditugaskan ke Timor Leste seharusnya berbangga, karena tidak hanya harus bisa mengajar bahasa Indonesia, namun juga membawa ‘misi’ lain. Seperti yang saya sebutkan tadi, kudu mampu menyelenggarakan ToT, mengajarkan budaya-budaya, dan lain-lain. Selain itu, wajib bisa bertahan hidup melawan teriknya matahari, fisik yang kudu kuat jalan, dan terbatasnya hiburan di sini. Nah, lain kali akan saya ceritakan versi kehidupan di TL seperti apa J.

Bagaimana perasaan ketika tiba di TL untuk kedua kalinya?
Semenjak kepulangan saya ke Indonesia, memang ada sebentuk rindu untuk Timor Leste. Walaupun panas dan tidak ada hiburan (T.T) entah apa yang membuat Dili bisa dirindukan. Mungkin karena selama di Dili saya punya kenangan cukup banyak dengan orang-orangnya, dengan pantainya, dan hal-hal lain yang dulu pernah saya lakukan di sini.

Untuk menutup tulisan Menjelang Pulang #30 kali ini, doakan saja saya punya cukup waktu untuk tetap konsisten menulis. =)  See ya... Xx. /h


11/06/2019 08:13:00 AM

Menyapa (kembali) dari Dili

by , in

Bundaran Elemloi

Niat saya, mau menulis sesuatu di sini setiap minggu supaya ada yang bisa menjadi kenang-kenangan untuk saya bahkan anak cucu saya nantinya. Tapi kenyataannya pada hari yang ke 40 sekian tak sempat pun menengok laman ini. Sedih kan... :(

Intinya, saya kembali lagi ke Dili, setelah tahun lalu saya datang dan sempat mencecap panas terik hujan beceknya kota kecil ini. Ya, masih dengan tugas yang sama, sebagai duta bahasa negara. Bangga? Iya sudah pasti. Dipercaya kedua kalinya untuk mengemban tugas di negara yang sama merupakan bukti bahwa tahun lalu kinerja saya tidak begitu memalukan -.-. Nah, seperti itu kira-kira. Walaupun di sisi lain, melihat teman-teman yang setiap tahun pindah dari Aussie ke Inggris, dari Swiss ke Aussie, atau Timor Leste ke Italia sungguh membuat iri tak bertepi. But still, everything happens for a reason, doesn't it?
Timor Plaza, satu-satunya mall di Dili

Dili masih sama seperti tahun lalu. Saya masih berjumpa dengan kehangatan sambutan orang-orangnya (apalagi mantan murid-murid saya), masih dengan mikrolet dengan jedug-jedug musiknya, masih dengan maun penjual sayur gerobak dengan full sound system, dan satu-satunya mal yang tutup pukul 6 sore.

Lain waktu, saya akan cerita lebih banyak. Semoga punya waktu. Salam dari Dili. Xx



7/08/2019 10:45:00 AM

Rambut Rontok? Hot Oil Ree Derma Solusinya [Review]

by , in
Hai. Ini ulasan pertama saya tentang produk perawatan rambut yang benar-benar saya cinta. Tapi sebelum-sebelumnya emang nggak pernah review apa-apa sih. Hehe. Botol pertama sudah habis dan saya baru saja beli botol yang kedua. Produk apa dan mengapa saya bisa secinta itu?
Hot Oil Ree Derma
Saya punya masalah rambut yang parah banget (saya berkerudung jadi tak bisa taruh fotonya). Intinya rambut saya rontok parah, bercabang, dan ketika tumbuh jadi rambut kasar. Sedih banget kan? Terlebih lagi saya malas merawat seperti pakai vitamin, dsb. Jadi, kadang berketombe juga. Pokoknya sedih lah. :( ya begitulah, penyesalan selalu hadir di belakang, kalau di awal namanya pendaftaran (Anonim, 20xx).
Sampai akhirnya saya hampir putus asa mau saya apakan rambut saya ini. Dari lidah buaya, kemiri, dan bahan-bahan natural lain tapi repot sekali :( Saya pernah coba serum *** tapi memang ‘agak keras’ di rambut efeknya. Rambut yang tumbuh kaku. Pernah coba produk yg lebih herbal (lebih mahal malah) tapi saya menyerah karena baunya saya nggak suka. Pernah juga saya coba produk perawatan rambut lain, klaimnya organik, tapi lagi-lagi baunya saya tak suka, bukan bau kimia tapi entah saya nggak tahan aja. FYI, saya memang nggak suka produk-produk yang berbau tajam. Untuk pilih produk skin care atau make up pun yang pasti saya coba pertama pasti aromanya.
Nah, waktu dalam posisi desperate itu, secara tidak sengaja, saya lihat postingan produk Ree Derma yang bernama Hot Oil di Instagram. Saya cari tahu tentang produk itu. Klaimnya natural, banyak testimoni yang membuktikan keampuhan produknya, dan produk ini bukan obat, namun untuk perawatan. Harganya pun reasonable dibandingkan dengan harga beberapa produk yang saya punya. Saya beli Rp100.000. Aromanya seperti minyak kelapa tapi tidak terlalu menusuk hidung juga, jadi bagi saya yang sensitif dengan aroma pun masih bisa tahan. Tanpa pikir panjang langsung saya beli lewat Shopee.
Hot Oil Ree Derma
Produk hot oil ree derma ini memang terbuat dari bahan alami. Bagi beberapa orang akan menimbulkan efek panas (thats why it’s called hot oil) tapi bagi saya malah nggak panas sama sekali. Botolnya kaca ada pipetnya. Ada boksnya lucu dan ada bagian yang menceritakan sejarah produk ini. Waktu dikirim, packaging-nya juga rapi dengan bubble wrap jadi aman selama proses pengiriman.
Cara pakainya: belah rambut lalu teteskan melalui pipet, pijat-pijat sedikit lalu diamkan selama minimal 1 jam. Kalau aku sih, aku pakai sebelum tidur dan aku cuci rambut pas mandi pagi. Sebaiknya jangan lebih dari 8 jam ya. Nah, karena ini minyak, maka ada cara cuci rambutnya. Pertama, basahi tangan lalu ambil sampo dan usap-usapkan ke rambut (rambut dalam keadaan kering). Kedua, bilas rambut. Ketiga, keramas lagi seperti biasa.
Efekny di saya? Saya cintaaa banget. Setelah beberapa kali pemakaian, langsung tumbuh rambut-rambut baru, berasa banget. Selain itu, rambut jadi ringan dan terasa lebjh sehat, juga akar rambut lebih kuat. Jadi senang aja megang-megang rambut sehabis pakai Hot Oil. Saya memang nggak pernah mengukur sebepa cepat rambut memangjang, saya hanya ingin rambut tumbuh lebih lebat aja dan enak gitu sehabis keramas. Herannya, sekarang kalau keramas tanpa pakai Hot Oil Ree Derma terlebih dahulu berasa ada yang kurang. Hahaha. Lebay tapi nyata ini :)
Kalau mau lihat info lengkap, video pemakaian, dan testimoni dari para pemakai, bisa langsung cek di instagram ree.derma, ya.
Semoga tulisan ini bisa menambah referensi produk perawatan rambut kalian apalagi yang ingin menumbuhkan rambut dan memanjangkannya. Besok aku update lagi setelah pemakaian botol kedua yang semoga bisa aku pakai secara rutin.
Thank you for reading

Xx
Hesti~


6/30/2019 09:23:00 AM

[Berbagi Pengalaman] Otitis Eksterna

by , in



Tiba-tiba budeg sebelah...

Sumber: Pinterest - ilustrasi doang :)



Kejadian ini sebenarnya sudah berlangsung sekitar 2 bulan yang lalu. Sebuah peristiwa yang cukup membuat panik. Saat saya bangun tidur, tiba-tiba ada yang aneh dengan telinga kiri, budeg sebelah, gaess ~ Rasanya seperti tersumbat dan pendengaran menjadi tak seimbang antara kiri dan kanan. Mirip-mirip kayak pas budeg waktu naik pesawat. Saya panik dong dan takut kalau saya mendadak tuli. Saya coba pakai earphone untuk memastikan apakah saya budeg total atau masih bisa mendengar suara. Alhamdulillah, masih bisa mendengar walaupun suaranya hanya terdengan samar. Rasanya nggak enak banget karena pendengaran jauh berkurang. Pagi itu, saya masih berangkat kerja dengan kondisi budeg sebelah.
Setelah mengingat-ingat, beberapa waktu sebelumnya, saya juga pernah budeg sebelah tapi bisa kembali normal dengan cara menutup hidung dan mulut lalu coba mengembuskan udara keluar. Untuk yang kedua ini, cara itu sama sekali tidak berhasil. Saya coba tanya teman-teman ada yang bilang karena kotoran lah, ada yang ini dan itu lah. Kemudian, saya coba ingat lagi. Saya punya riwayat sakit telinga yang cukup parah waktu SD (20 tahun yg lalu) dan waktu itu saya sempat berobat jalan dan dirujuk ke beberapa rumah sakit di Jogja. Pengobatannya cukup lama sampai akhirnya aku dinyatakan sembuh dan bisa mendengar secara normal. Waktu itu, penyebabnya adalah karena saya sering pakai cotton bud sehingga kotoran kelinga bukannya keluar tapi malah terdesak masuk ke dalam. Fyi, cotton bud memang tidak boleh digunakan untuk mengeluarkan kotoran telinga.

Nah, hari itu, saya cari beberapa referensi dokter THT di Jogja. Pengennya yang saya bisa langsung datang siang itu juga karena sudah nggak betah banget. Tapi dokter spesialis THT baik yang buka praktik sendiri maupun poliklinik di rumah sakit punya jam praktik dan itu sekitar pukul 17.00. Ada beberapa klinik yang saya temukan di Google, termasuk yang dekat kos. Saya pergi ke sana setelah buka puasa, tapi sampai pukul 18.30 dokternya belum ada padahal jam bukanya pukul 17.00. Karena sudah tidak sabar, saya ke RS dan langsung masuk poli karena pasien pertamanya cuma saya.

Waktu diperiksa, dokternya bilang, penyebabnya bukan karena kotoran (walaupun ada tindakan pembersihan juga) tapi karena ada air yang masuk menembus selaput gendang. Air yang ada di luar gendang memang sudah disedot, tapi yang di dalam kan gak bisa. Telinga saya akhirnya disumpel menggunakan semacam kasa untuk menyerap air yang tidak bisa disedot dengan alat. Kasanya harus tetap dipakai sampai 3-5 hari sampai lepas sendiri. Itu gaess, nggak enak banget karena kehilangan keseimbangan seperti waktu kita kehilangan seseorang yang kita sayang *eh. Dokternya juga tanya apakah saya punya riwayat sakit telinga. Semacam beliau sudah tahu. Sedihnya lagi, dokter bilang kalau telinga saya nggak boleh kemasukan air lagi that means I am not allowed to swim for the rest of my life. Ya walaupun nggak bisa renang tapi saya suka berendam di air :( Itu aja sih penanganannya dan saya dapat resep antibiotik aja. Sore itu, saya menghabiskan Rp260.000 untuk biaya konsultasi, penanganan, dan antibiotik. *sedih*

Sebenarnya, seminggu setelah periksa saya harus kembali kontrol. Tapi kan saya ingin cari opini kedua dari dokter lain karena kalau kasusnya saya sampai nggak boleh renang berarti ada 'cacat' yang lumayan parah. Apalagi kan saya suka keramas takutnya keramas juga bahaya. Mengenai sumpelan kasa itu, hari kedua sudah saya lepas paksa soalnya sudah sangat tidak nyaman tapi antibiotiknya tetap saya habiskan. Setelah dilepas, pendengaran saya normal lagi. Alhamdulillah. Saya cari alternatif dokter THT lain dan akhirnya pergi ke RS Nyi Ageng Serang yang dekat rumah dan bisa pakai Kartu Indonesia Sehat walaupun saya harus ke Puskesmas Nanggulan untuk minta surat rujukan. Ada hal yg bikin saya sebaaal waktu diperiksa dokter puskesmas, dia cek telinga saya hanya menggunakan senter HP cobaaa... itu kan sangat nggak profesional dan lagi di surat rujukannya dia menuliskan nama penyakit yang cuma dia deteksi dari lampu senter HP. Emang bisa ya tahu nama penyakit cuma liat dari lampu senter HP yang cuma disenteri beberapa detik?


Hari itu, saya langsung ke RS Nyi Ageng Serang. Setelah mendaftar dan mengantri (antriannya panjang jadi saya tinggal pulang dulu), saya ketemu dokter spesialisnya. Beliau cek semua menggunakan alat khusus dan ada monitor dan pasiennya bisa melihat langsung. Beliau juga bilang bahwa gendang telinga saya dalam keadaan baik dan gak ada larangan sama sekali untuk berenang. Yey! Ayok ke pantai ~ Jadi, yang saya alami itu disebut otitis eksterna atau infeksi saluran telinga luar. Saya dapat obat tetes dan harus kembali kontrol seminggu setelahnya. Obat tetesnya nggak begitu rutin saya pakai, sih. Waktu kontrol seminggu sesudahnya, dokter bilang kalau semuanya sudah baik-baik saja.

Obat tetesnya

Sebelum kejadian itu, saya memang pergi rafting ke Sungai Elo dan sempat nyemplung ke sungai (dan sungainya kotor). Jadi, wajar saja kalau kemasukan air (kotor). Padahal sebelum-sebelumnya, saya sering snorkeling tapi gak kejadian kayak gitu.
Nah, mengenai penggunaan cotton bud, memang tidak boleh ya. Ada banyak artikel yang membahas tentang itu. Kotoran telinga bisa keluar dengan sendirinya jadi gak perlu dipaksa keluar karena bisa saja ujung cotton bud malah mendorong kotoran masuk lebih dalam.
Bonus foto rafting. hehe

Bagi yang mengalami hal serupa, telinga tidak bisa mendengar di salah satu sisi, silakan cek ke dokter. Pertolongan pertama adalah dengan menutup hidung dan mulut lalu tiup. Kalau tidak berhasil ya ke dokter. Menjaga kesehatan telinga penting, kurangi penggunaan earphone/headset dan tidak menggunakan cotton bud.
Tambahan nih, semoga utas ini memberikan pencerahan tentang bagaimana menjaga kesehatan pendengaran klik di sini.

Semoga membantu,

Xx
Hesti ~

My Instagram